(oleh : Dr. Preysi Siby)
“The essence in obedience consists in the fact that a person comes to view himself as an instrument for carrying out another person’s wishes and he therefore no longer regards himself as responsible for his actions.” (Stanley Milgram)
Ketika mendengar kata patuh, kadangkala yang muncul dalam pikiran kita adalah menerima dan melakukan sesuatu dengan paksaan. Gambaran sikap patuh yang negatif, karena kebanyakan kita seringkali taat pada sesuatu yang disukai, tetapi tidak patuh pada perintah, aturan yang tidak disukai.
Kepatuhan didefinisikan berupa perilaku, tindakan, kebiasaan dan kerelaan untuk mematuhi kebijakan, hukum, regulasi, ketentuan, peraturan, perintah, dan larangan yang ditentukan.
Kepatuhan merupakan sikap disiplin atau perilaku taat terhadap suatu perintah maupun aturan yang ditetapkan, dengan penuh kesadaran. Kepatuhan sebagai perilaku positif dinilai sebagai sebuah pilihan. Artinya, individu memilih untuk melakukan, mematuhi, merespon secara kritis terhadap aturan, hukum, norma sosial, permintaan maupun keinginan dari seseorang yang memegang otoritas ataupun peran penting. Kepatuhan dapat terjadi dalam bentuk apapun, selama individu tersebut melakukan perilaku taat terhadap sesuatu atau seseorang.
Peraturan diartikan sebagai tatanan, petunjuk, atau ketentuan tentang sesuatu yang boleh dilakukan. Peraturan merupakan sebuah tatanan yang berperan untuk mengontrol pola kehidupan masyarakat agar dapat berjalan stabil. Peraturan memiliki tujuan untuk mengarahkan anggota masyarakat agar tercipta suatu pola kehidupan yang tertib.
Patuh terhadap peraturan berarti perilaku taat dan patuh terhadap peraturan yang berlaku, memiliki sikap menerima serta ihklas melaksanakan peraturan yang berlaku dengan keteguhan hati tanpa paksaan.
Kepatuhan terhadap peraturan memiliki dimensi-dimensi yang terkait dengan sikap dan tingkah laku patuh. Dimensi kepatuhan adalah a. Mempercayai. Kepercayaan terhadap tujuan dari kaidah-kaidah bersangkutan; b. Menerima, Seseorang dikatakan patuh apabila yang bersangkutan menerima baik kehadiran norma-norma ataupun dari suatu peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis; c. Melakukan. Seseorang dikatakan patuh jika norma atau nilai-nilai dari suatu peraturan diwujudkan dan dilaksanakannya dalam perbuatan.
Ada tiga hal yang nantinya bisa mempengaruhi tingkat kepatuhan seseorang. Faktor-faktor ini ada yang bisa berpengaruh pada setiap keadaan namun juga berpengaruh pada situasi yang bersifat kuat. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan, yaitu : Pertama, kepribadian. Faktor internal yang dimiliki individu dimana faktor ini akan mempengaruhi intensitas kepatuhan ketika berada pada situasi yang lemah dan pilihan-pilihan yang ambigu.
Kedua, kepercayaan. Suatu perilaku yang ditampilkan individu kebanyakan berdasarkan keyakinan yang dianutnya. Sikap loyalitas pada keyakinannya akan mempengaruhi pengambilan keputusannya.
Ketiga, lingkungan. Nilai-nilai yang tumbuh dalam suatu lingkungan nantinya juga akan mempengaruhi proses internalisasi yang dilakukan oleh individu. Lingkungan yang kondusif dan komunikatif akan mampu membuat individu belajar tentang arti norma sosial dan kemudian menginternalisasikan dalam dirinya dan ditampilkan lewat perilaku.
Kepatuhan terhadap aturan merupakan perilaku taat dan patuh terhadap peraturan yang berlaku dengan menerima dan melaksanakan aturan tersebut secara sadar dan ikhlas.
Ciri-ciri individu yang taat terhadap peraturan, yaitu selalu berpegang teguh pada peraturan dalam suatu perbuatan atau kegiatan; selalu berusaha melaksanakan peraturan; selalu berusaha menerapkan peraturan dalam kehidupan sehari-hari; akan selalu ikut dalam mengamankan peraturan yang berlaku.
Setiap masyarakat memerlukan suatu mekanisme pengendalian sosial agar segala sesuatunya berjalan dengan tertib. Mekanisme tersebut adalah segala sesuatu yang dilakukan untuk melaksanakan proses yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan untuk mendidik, mengajak, atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mampu menyesuaikan diri dengan kaidah-kaidah dan nilai-nilai kehidupan masyarakat yang ada.
Beberapa sebab mengapa warga masyarakat mematuhi aturan, di antaranya adalah pertama, orang patuh terhadap aturan karena ia memang orang yang taat serta punya pemahaman yang baik sehingga dapat membedakan antara yang baik dan buruk. Salah satu contoh adalah menggunakan seat belt di mobil, hal ini merupakan refleksi masyarakat untuk patuh terhadap aturan hukum yang berlaku. Kedua, orang menaati aturan karena pengaruh masyarakat di sekelilingnya.
Ketiga, orang patuh terhadap aturan karena ingin memelihara hubungan baik dengan lingkungan sosial atau penguasa/aparat pemerintah. Keempat, orang patuh terhadap aturan dikarenakan sesuainya nilai-nilai hukum dan aturan hukum dengan inspirasi yang tumbuh di kalangan masyarakat. Dari hal-hal inilah timbul bentuk kepatuhan masyarakat terhadap aturan hukum yang ada.
Secara psikologis kepatuhan pada peraturan sangat penting, meskipun terkesan bahwa kepatuhan membatasi kebebasan individu, namun sebenarnya ada dasar yang sangat kuat berkaitan dengan kepatuhan. Tanpa kepatuhan seseorang tidak akan mengetahui bahwa dia sedang berada dalam kekacauan sosial.
Hurlock mengemukakan, kepatuhan sangat dibutuhkan oleh mereka yang ingin bahagia dan menjadi orang baik dalam hal penyesuaian diri. Sikap dan perilaku patuh dan taat dalam menjalankan peraturan yang telah ditetapkan dapat membantu berfungsinya suatu peraturan.
Peraturan sebagai kontrol sosial, ditujukan untuk memberikan patokan dasar, norma, nilai terhadap masyarakat dalam bertingkah laku, sehingga kehidupan bermasyarakat dapat berjalan dengan baik dan terciptanya masyarakat yang aman, tertib, beradab.
Untuk mencapai semua itu diperlukan suatu sikap patuh terhadap aturan yang ada, guna mencapai ketertiban masyarakat yang teratur dan terarah. (Penulis adalah psikolog)