Meimonews.com – UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran hingga saat ini masih cukup baik dan sesuai untuk mengakomodasi pengaturan praktik dokter/dokter gigi.

Dalam rangka mengantisipasi perkembangan serta kemajuan praktik dokter/dokter gigi dapat dilakukan pengaturan melalui Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, dan Peraturan Konsil.

Hal tersebut terungkap pada pertemuan PB PDGI dengan Pusat Panlak UU (Pemantauan Pelaksanaan Undang Undang) DPR RI untuk mendiskusikan evaluasi pelaksanaan UU No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran. Pertemuan yang berlangsung secara daring tersebut diselenggarakan pada 5 Agustus 2022.

Pada pertemuan berdasarkan undangan dari Pusat Panlak UU DPRI RI tersebut, PB PDGI dipimpin Ketua Umum drg Usman Sumantri, MSc, dan Sekjen drg. Tari Tritarayati, SH, MHKes.

Beberapa anggota PB PDGI yang turut serta adalah Dr. drg. Edi Sumarwanto,MM, MHKes, Dr. drg. Paulus Januar, MS, drg Khoirul Anam, SH, MHKes, SpOrt, Dr. drg. Kosterman Usri, MM, drg. Suryono, SH,PhD, drg. Diono Susilo, MPH, dan drg. Bulan Rahmadi, MKes. Sedang dari Pusat Panlak UU DPR RI diikuti unsur pimpinan dan beberapa tenaga analis hukum.

Organisasi Profesi
Pada kesempatan tersebut hangat didiskusikan mengenai PDGI sebagai organisasi profesi. Berdasarkan UU No. 29/2004 ditetapkan IDI sebagai organisasi profesi yang menghimpun dokter dan PDGI sebagai organisasi profesi yang menghimpun dokter gigi. IDI dan PDGI sebagai organisasi profesi terutama berperan dalam membina profesionalisme dan etika profesi para anggotanya.

Dalam hal menjaga etika dan profesionalisme anggotanya, maka organisasi profesi kedokteran menjalankannya terutama dalam bentuk pemberian sertifikat kompetensi, pengembangan profesionalisme berkelanjutan (Continuing Professionalism Development), serta rekomendasi dalam pengurusan Surat Izin Praktik. PDGI menetapkan kode etik dokter gigi serta terhadap pelanggaran etika profesi maka organisasi profesi akan memberikan sanksi dalam rangka mempertahankan keluhuran profesi kedokteran.

Organisasi profesi kedokteran sebagaimana di semua negara lain merupakan wadah tunggal agar dapat sepenuhnya melakukan pengembangan profesionalisme dan etika profesi. Hal ini dijalankan terutama dalam rangka upaya untuk mewujudkan hak asazi manusia agar setiap orang mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik.

Selanjutnya disampaikan pula mengenai ikatan keahlian yang menghimpun para dokter gigi spesialis serta ikatan kepeminatan dokter gigi. Dalam hal ini ikatan keahlian dan ikatan kepeminatan yang bersifat otonom sama sekali bukan organisasi yang berada di luar PDGI. Ikatan keahlian dan ikatan peminatan merupakan satu kesatuan yang tergabung dalam PDGI.

Bila terdapat beberapa organisasi profesi kedokteran maka mungkin saja masing-masing organisasi menetapkan kode etik dan standar profesinya sendiri-sendiri, hingga dapat menimbulkan kerancuan dalam pelayanan kesehatan.

Selain itu, misalnya seorang dokter/dokter gigi yang melakukan pelanggaran etik untuk menghindari dijatuhi sanksi bisa saja kemudian berpindah ke organisasi profesi lainnya, atau malah mendirikan organisasi profesi baru.

Pada kesempatan diskusi tersebut, PDGI mengemukakan pula bahwa penataan organisasi profesi yang serupa juga terdapat pada profesi lain. Pada UU Tenaga Kesehatan ditetapkan bahwa setiap jenis Tenaga Kesehatan hanya dapat membentuk satu Organisasi Profesi dan kolegium masing-masing Tenaga Kesehatan merupakan badan otonom dan bertanggung jawab kepada Organisasi Profesi.

Sedangkan pada profesi advokat, meski pada saat penyusunannya telah terdapat beberapa organisasi, namun UU tentang Advokat menetapkan tentang pembentukan Organisasi Advokat yang merupakan satu-satunya wadah profesi advokat.

Pada diskusi yang berlangsung, di samping mengenai organisasi profesi, dalam kaitan dengan pelaksanaan UU Praktik Kedokteran, dibahas pula mengenai peran dan fungsi kolegium, pembinaan dan pengawasan terhadap praktik dokter gigi, serta perlunya pemerataan distribusi dokter gigi.

Pada kesempatan tersebut dikemukakan meskipun terdapat permasalahan dan hal yang harus diperbaiki, namun bagi profesi kedokteran gigi, secara umum dapat dikatakan sudah cukup baik pelaksanaan pengaturannya berdasarkan UU Praktik Kedokteran serta peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait.

Perubahan UU Praktik Kedokteran
Meskipun UU Praktik Kedokteran masih relevan dan belum ada urgensi untuk merevisinya, namun kalaupun hendak dilakukan perubahan harus berlandaskan idealisme luhur untuk pengembangan profesi dokter/dokter gigi dalam rangka pengabdiannya bagi masyarakat, bangsa dan negara Indonesia.

Proses perubahan UU Praktik Kedokteran harus dijalankan dengan partisipasi yang bermakna (meaningful participation) dari seluruh pemangku kepentingan, serta juga perlu memperhatikan spesifisitas profesi kedokteran gigi.

Pembahasan bersama mengenai pelaksanaan UU Praktik Kedokteran berlangsung selama hampir 3 jam, dan sebagai kerangka acuannya adalah 25 butir pertanyaan dari Pusat Panlak UU DPRI RI.

Dari proses diskusi yang berlangsung dipandang perlu ditindaklanjuti dengan lebih mendalami lagi penelaahan mengenai pelaksanaan UU No. 29/2004 tentang Praktik Kedokteran. (Dr. Drg. Paulus Januar, MS/Pakar Kesehatan Gigi Masyarakat dan Pengurus Besar PDGI )