Meimonews.com – Kehadiran orang asing di Indonesia memiliki dampak positif bagi ekonomi negara, namun di sisi lain terdapat dampak negatif yang harus diantisipasi. Apalagi menjelang pelaksanaan KTT G20.

“Sebagai contoh adalah WNA buron asal Jepang berinisial MT yang melarikan diri ke wilayah Republik Indonesia. Hal serupa dapat terjadi ke depannya, oleh karena itu diharapkan sinergitas antarinstansi dapat ditingkatkan,” ujar Analis Keimigrasian Ahli Utama Kemenkumham RI Irjen Pol  Purn. Ronny Franky Sompie kepada Meimonews.com via WhassApp, Minggu (9/10/2022).

Ini juga, sambungnya, merupakan salah satu upaya menyukseskan kegiatan KTT G20, di mana Indonesia menjadi tuan rumahnya.

Hal tersebut disampaikan pula mantan Dirjen Imigrasi ini dalam Koordinasi Tim Pengawasan Orang Asing (Timpora) Tingkat Pusat, beberapa waktu lalu.

Pertemuan yang digawangi oleh Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian (Ditwasdakim) dilakukan guna memperkuat kerjasama antarinstansi dalam pemantauan kegiatan Orang Asing. Apalagi, Indonesia akan menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang akan diselenggarakan pada November 2022.

Direktur Keamanan Diplomatik Kementerian Luar Negeri Agung Cahya Sumirat menjelaskan, pada tahun 2023, Indonesia akan menjadi Ketua Asean. Hal ini tidak terlepas dari kekuatan Sumber Daya Alam dan Demokrasi yang kuat.

Terkait Timpora, pihaknya bertugas melakukan pengamanan fisik, informasi dan personel, serta perizinan organisasi kemasyarakatan asing. Selain itu, Kemlu juga menjalin kerja sama pengamanan dalam dan luar negeri, serta evaluasi perwakilan rawan dan perwakilan berbahaya.

“Pada saat ini, pengamanan informasi adalah salah satu pengamanan yang sulit. Seperti kita ketahui, saat ini serangan siber ke Amerika dan Canada semakin marak terjadi,” ujar Sumirat.

Beberapa ancaman (threat) yang mungkin terjadi saat pelaksanaan KTT G20 antara lain unjuk rasa, kekerasan, perusakan, bencana alam, teror, sabotase, penyadapan, peretasan hingga potensi gangguan dari konflik yang sedang terjadi di beberapa negara. Potensi kerawanan lain yang menghinggapi pertemuan internasional itu yakni terorisme, maraknya pengungsi dan provokasi.

Menanggapi berbagai informasi yang dibagikan perwakilan kementerian dan lembaga dalam forum tersebut, Sompie mengingatkan, seluruh pihak yang terlibat dalam Timpora perlu memperkuat komunikasi serta responsif terhadap penyebaran informasi dan berita mengenai KTT G20.

“Kementerian dan lembaga juga harus dapat menyeleksi Orang Asing yang akan diberikan rekomendasi. Deteksi dini diperlukan sebelum menerbitkan rekomendasi bagi WNA tersebut,” ujarnya mengingatkan.

Ditekankan, data informasi Orang Asing yang akan masuk ke wilayah Indonesia perlu diperkuat. Dalam hal ini, Ditjen Imigrasi siap membantu kementerian dan lembaga terkait perlintasan Orang Asing. Selain itu, pengerahan intelijen hingga tingkat desa/kelurahan juga patut dipertimbangkan.

“Stakeholders di wilayah seperti RT/RW serta masyarakat kelak akan menjadi ujung tombak dalam hal keberadaan orang asing di wilayahnya,” tandas mantan Kapolda Bali ini.

Terpisah, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol. Boy Rafli Amar menjelaskan, Pekerja Migran Indonesia (PMI) lebih rentan terpapar dan terlibat dalam pendanaan terorisme.

Pasalnya, keterlibatan PMI dalam terorisme sudah terjadi di Singapura dan Hong Kong. Selain terlibat dalam pendanaan, di antara mereka juga ada yang terlibat dalam perencanaan bom bunuh diri.

Diungkapkan, sampai dengan tahun 2022, masih terdapat Foreign Terrorist Fighters (FTF) Indonesia yang berada di zona konflik Irak dan Suriah.

Mereka merupakan korban propaganda ideologi terorisme yang anti-NKRI, pro ideologi transnasional, kerap menggunakan narasi agama sebagai landasan untuk bersikap intoleran, eksklusif, bahkan melakukan aksi kekerasan.

Diketahui, Indonesia sebagai salah satu anggota G20 turut menunjukkan perannya kepada dunia dengan menjadi Presidensi G20. Mandat tersebut mulai diemban Indonesia sejak 1 Desember 2021 sampai dengan 30 November 2022. (Fer)